Islam, Hypnosis Past Life Regression, dan Makna Titisan–Tajalli

Islam, Hypnosis Past Life Regression, dan Makna Titisan–Tajalli:
Sebuah Telaah Irfani–Tasawuf tentang Ruh, Memori Batin, dan Nur Muhammad 
R.TB. Moggi Nurfadhil Satya
2025

Abstrak

Fenomena Past Life Regression (PLR) kerap dipahami sebagai bukti empiris reinkarnasi dalam tradisi Hindu–Buddha. Namun, perspektif Islam—terutama dalam tasawuf dan irfan—memberikan kerangka metafisik yang berbeda. Islam menolak perpindahan ruh (tanasukh al-arwah), tetapi menerima keberadaan memori batin, resonansi ruhani, dan tajalli sifat dari leluhur atau jalur cahaya tertentu. Artikel ini berargumen bahwa pengalaman PLR bukan bukti reinkarnasi, melainkan manifestasi titisan (waratsah ma‘nawiyyah) dan tajalli sebagai pancaran Nur Muhammad, cahaya pertama ciptaan Allah. Dengan mengintegrasikan epistemologi Qur’ani, kosmologi tasawuf, dan antropologi spiritual Nusantara, artikel ini menawarkan kerangka sintesis untuk memahami fenomena PLR dalam Islam tanpa menyalahi prinsip tauhid.

1. Pendahuluan

Fenomena regresi kehidupan lampau (Past Life Regression) sering menimbulkan klaim reinkarnasi—yakni perpindahan ruh dari satu tubuh ke tubuh lain. Di dunia modern, terapi regresi banyak menampilkan narasi “kehidupan sebelumnya” yang tampak sangat nyata secara psikologis. Namun, doktrin Islam menolak reinkarnasi dalam bentuk perpindahan ruh individu ke tubuh baru.[1]
Tasawuf dan irfan justru mengajukan konsep lebih halus, yaitu:
Tajalli: manifestasi sifat Ilahi pada makhluk
Nur Muhammad: cahaya pertama tempat seluruh ruh diciptakan
Titisan: bukan perputaran ruh, tetapi pewarisan sifat dan energi batin
Artikel ini mengkaji bagaimana Islam dapat menjelaskan pengalaman PLR bukan sebagai bukti reinkarnasi, tetapi sebagai fenomena tajalli sifat dan memori batin.

2. Pandangan Islam tentang Reinkarnasi dan Gerak Ruh

Islam secara tegas melarang konsep ruh berpindah tubuh (tanasukh).[2] Al-Qur’an menyatakan bahwa setelah kematian, manusia memasuki barzakh, bukan kembali ke dunia dalam bentuk lahir kembali.[3] Ruh bersifat tunggal dan tidak mengalami siklus kelahiran berulang.
Namun, Islam mengakui:
ruh dapat mengalami penyingkapan (kasyf)
ruh memiliki hubungan satu sama lain (al-arwah junudun mujannadah)[4]
pengalaman imajinal dapat muncul jelas dalam alam mitsal
Fenomena “seperti pernah hidup sebelumnya” tidak ditafsirkan sebagai perpindahan ruh, tetapi sebagai penyingkapan memori batin.

3. Past Life Regression: Memori Batin dan Alam Mitsal

PLR sering memunculkan gambaran:
kehidupan yang tampak asing
peristiwa sejarah yang tidak pernah dipelajari
identitas non-kini
Tasawuf memahami ini sebagai interaksi dengan:
a. Atsar al-Abaa’ (jejak ruhani leluhur)
Sifat, trauma, dan kecenderungan spiritual dapat tertanam dalam keturunan.[5]
b. Alam Mitsal (alam gambaran batin)
Ibn ‘Arabi menyebut alam mitsal sebagai tempat bentuk-bentuk batin menampakkan diri, kadang tampak seperti memori nyata.[6]
c. Resonansi ruhani (tanāsub al-arwāh)
Ruh yang memiliki keserupaan dapat “bergetar” pada frekuensi yang sama.
Maka PLR bukan memori kehidupan sebelumnya, melainkan:
rekaman batin dari leluhur, jalur ruhani, dan gambaran mitsali yang diakses secara hipnosis.

4. Titisan dalam Tradisi Nusantara dan Padanan Tasawuf
Dalam tradisi Jawa–Sunda–Bali, titisan berarti pewarisan sifat, bukan perpindahan ruh. Seseorang disebut “titisan leluhur” jika ia membawa:
sifat
energi batin
misi
kecenderungan jiwa
Para sufi menyebutnya:
al-wiratsah ar-ruhaniyyah (warisan ruhani)
tanasukh as-sifat (transmisi sifat, bukan ruh)
tajalli nurani (pancaran cahaya batin)
Dengan demikian, pengalaman PLR dapat dipahami sebagai titisan sifat, bukan siklus kelahiran kembali.

5. Allah, Tajalli, dan Struktur Manifestasi
5.1. Allah sebagai Sumber Cahaya
Al-Qur’an menyebut Allah sebagai:
“Cahaya langit dan bumi.”[7]
Allah tidak mungkin “masuk” ke dalam makhluk. Namun sifat-sifat-Nya dapat terpancar (tajalli) sesuai kapasitas penerima.[8]
5.2. Tajalli sebagai Mekanisme Manifestasi
Ibn ‘Arabi mendefinisikan tajalli sebagai:
“Penampakan sifat-sifat Ilahi pada cermin wujud.”[9]
Makhluk bukan Allah, tetapi memantulkan bagian dari cahaya-Nya.

6. Nur Muhammad: Cahaya Pertama dan Asal Mula Ruh
Hadis maknawi:
 “Yang pertama diciptakan Allah adalah cahaya Nabi Muhammad.”[10]
Dalam kosmologi tasawuf:
Nur Muhammad adalah tajalli pertama
seluruh ruh diciptakan dari cahaya ini
seluruh manusia membawa “pecahan cahaya” tersebut
Nur Muhammad bukan Tuhan, tetapi cahaya kosmik yang menjadi medium penciptaan ruh.
Dengan istilah lain:
Setiap ruh manusia adalah bagian dari pantulan Nur Muhammad,
dan setiap sifat mulia adalah tajalli dari cahaya itu.

7. Titisan sebagai Tajalli Nurani
Karena ruh manusia berasal dari Nur Muhammad, maka:
sifat tertentu dapat berulang dalam keturunan
misi ruhani dapat diteruskan
energi batin dapat menitis pada generasi berikutnya
cahaya Nur Muhammad dapat tampak kuat pada sebagian individu tertentu
Inilah yang disebut titisan dalam bahasa Jawa, dan tajalli sifat dalam bahasa tasawuf.
Maka pengalaman PLR dapat dijelaskan sebagai:
Penyingkapan jejak sifat, bukan perjalanan ruh.
Tajalli nurani, bukan reinkarnasi.

8. Sintesis: PLR sebagai Tajalli, Bukan Reinkarnasi
Dari seluruh pembahasan:
1. Islam menolak perpindahan ruh
2. Tasawuf menerima penyingkapan batin
3. PLR menampilkan memori yang tidak harus berasal dari pengalaman pribadi
4. Tradisi Nusantara memahami titisan sebagai pewarisan sifat
5. Irfan Islam memahami manusia sebagai tajalli Nur Muhammad

Maka kesimpulan filosofis yang kuat adalah:

PLR bukan bukti reinkarnasi, tetapi bukti bahwa ruh manusia memiliki kedalaman memori batin, jejak cahaya leluhur, dan tajalli Nur Muhammad yang dapat tersingkap melalui hipnosis.

9. Kesimpulan
Pengalaman PLR tidak dapat dijadikan dasar teologis untuk menerima reinkarnasi. Namun PLR dapat dipahami dengan sangat elegan melalui kerangka Islam:
Allah sebagai Sumber Cahaya
Tajalli sebagai mekanisme manifestasi sifat
Nur Muhammad sebagai cahaya pertama dan asal ruh
Titisan sebagai pewarisan sifat dan energi batin
PLR sebagai penyingkapan atsar (jejak ruhani) dan gambaran alam mitsal
Dengan demikian, Islam mampu menjelaskan fenomena regresi kehidupan lampau dalam kerangka tauhid yang murni, tanpa bergantung pada doktrin tanasukh.

Catatan Kaki (Footnote)

[1] Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, bab Ruh.

[2] Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir, tafsir QS. Al-Mu’minun:100.

[3] QS. Al-Mu’minun: 100.

[4] Hadis riwayat Bukhari, Kitab al-Anbiya’.

[5] Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Madarij as-Salikin.

[6] Ibn ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah, bab tentang alam mitsal.

[7] QS. An-Nur: 35.

[8] Al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyyah.

[9] Ibn ‘Arabi, Fusus al-Hikam.

[10] Al-Suyuthi, Al-Khasa’is al-Kubra (riwayat maknawi tentang Nur Muhammad yang diterima para sufi).

Daftar Pustaka

Al-Ghazali. Ihya’ ‘Ulum al-Din.

Al-Qusyairi. Risalah Qusyairiyyah.

Al-Razi, Fakhr al-Din. Tafsir al-Kabir.

Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Khasa’is al-Kubra.

Ibn Arabi. Futuhat al-Makkiyyah.

Ibn Arabi. Fusus al-Hikam.

Ibn Qayyim al-Jawziyyah. Madarij as-Salikin.

Annemarie Schimmel. Mystical Dimensions of Islam.

William Chittick. The Sufi Path of Knowledge.

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred.


Posting Komentar untuk "Islam, Hypnosis Past Life Regression, dan Makna Titisan–Tajalli"